Senin, 10 Mei 2010

Manusia Cerekang, Ayat Yang Terabaikan

Cerekang, sebuah kampung kecil di kaki Gunung Pensemoni, tepatnya di Desa Manurung Kabupaten Luwu Timur, sangat dikenal bagi pemerhati Budaya Bugis Kuno. Dalam berbagai sumber terutama dalam Kitab I Lagaligo, kampung ini di yakini sebagai tanah pertama yang di sentuh manusia pertama yang di turunkan dari langit (Boting Langi') yaitu Batara Guru. Sebagai Putra Mahadewa, Batara Guru mengawali sejarah panjang Manusia Bugis dengan mengelola alam dan mengatur negara pertama. Cerekang menjadi simbol ke-pertama-an Bugis. Batara Guru menjadi pemimpin yang menjamin keseimbangan duniawi dan pengabdian kepada alam dan Sang Penguasa Alam. Batara Guru membolehkan bercocok tanam tanpa merusak alam, membolehkan makan daging binatang dan ikan tanpa membuat hewan binasa dan tanpa membuat air sungai keruh. Kedamaian manusia terlindungi dari kekacauan dan saling melecehkan sehingga melahirkan generasi andalan yang bisa menjadi panutan bagi manusia berikutnya. Organisasi masyarakat di atur sedemikian rupa sehingga fungsi fungsi kemanusiaan tertata baik. Semua kelas manusia memiliki pemimpin yang terpercaya. Petani memiliki penghulu Pertanian, Nelayan memiliki pemimpin dalam usaha perikanan. Penjaga Moralitas masyarakat di serahkan kepada Pua'. Pua' ini menjadi sumber informasi dari Penguasa Langit dan satu satunya lembaga yang menghubungkan bumi (dunia tengah) dengan dunia langit. Kepatuhan dan kepatutan manusia terhadap aturan langit sangat di jaga melalui perantara Pua'. Pua' menerima kabar dan kehendak Sang Penguasa Kehidupan dan menterjemahkan berupa aturan yang mengikat tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia. Pua' menjadi gerbang permintaan dan permohonan hamba kepada Tuhannya.

Ratusan bahkan Ribuan tahun berlangsung bersama kepatuhan, keteraturan dan kepatutan. Sekian banyak pemimpin lahir dan terinspirasi dari kebesaran nama Tanah Cerekang. Sawerigading dan I La Galigo menjadi tokoh kebanggaan Manusia Bugis yang sudah menyebar di seluruh belahan bumi, menjadi simbol yang kuat. Bahkan beberapa manusia pintar dan beruntung, yang hidup sangat jauh dari Cerekang, menjadi fenomenal karena tanah ini. Yang jauh dan tidak pernah menginjakkan kaki di Cerekang mengambil tuah dan hikmah. Banyak sarjana besar berjaya hanya karena mereka menulis secuil kisah dari Cerekang.

Apa yang terjadi sekarang di Cerekang???. Kebesaran masa lalu hampir terlupakan dan terlecehkan.

Pua' Cerekang dari tokoh agung menjadi sekedar bahan pelajaran kebesaran masa lalu. Tidak jarang manusia sekarang menganggap Pua' adalah bahan lelucon bahkan bahan cibiran yang sangat tidak terpercaya. Pua' Cerekang masih ada, orangnya masih ada sampai sekarang, akan tetapi Beliau berada pada posisi termarginalkan. Dalam banyak kesempatan seminar dan lokakarya Pua' Cerekang menjadi bahan seminar yang berkilau, semua merasa dekat dengan Cerekang ketika masih berada dalam forum seminar. Akan tetapi, setelah forum diskusi selesai, maka selesai pula kebanggaan itu. Keberadaan Pua' Cerekang sama persis dengan Imam Mesjid yang di butuhkan hanya ketika pada saat lebaran atau ada warga yang meninggal dunia. Atau di butuhkan saat manusia manusia dalam kesusahan, di butuhkan hanya pada saat butuh pertolongan melalui doa. Walaupun entah karena Pua', setelah kesusahan berlalu berganti kesenangan, orang yang sebelumnya membantu membangkitkan motivasi spiritual itu di biarkan seakan akan tidak punya arti apa apa. Tragis memang manusia sekarang, karena hidup di belakang akhirnya menjadi terbelakang.








2 komentar:

  1. ralat : sebenarx nama cerekang itu sudah berasimilasi dengan bahasa bugis... yang aslinya adalah Cerrea (bahasa Wotu merupakan bahasa asli Luwu)...

    selengkapnya :
    http://ijalsalawa.blogspot.com/search/Label/Budaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyallah,ini bukan epos bohong,dekatmi terkuatnya ini legenda rakyat Luwu,semoga amin

      Hapus